Saat kita berselancar di jejaring sosial, mungkin kita pernah menemukan meme (sampah) tentang shalat jumat seperti ini
Secara normatif, mau gagah mau tidak, kaya atau tidak, bagi orang beriman tetap saja akan melakukan shalat, termasuk shalat Jumat.
Berbicara tentang shalat Jumat, ada kebiasaan "bagus" sebelum pelaksanaan shalat Jumat dimulai. Yaitu kebiasaan mengumumkan keadaan keuangan masjid. Meskipun masih ada pro kontra terkait hukum pengumuman ditinjau dari fiqih, sikap transparansi terhadap kondisi keuangan patut diapresiasi.
Masjid X, tempat di mana saya sering shalat Jumat, merupakan masjid yang relatif kecil di Plaju, Palembang. Menampung jamaah sekira 500 orang. Meskipun kecil namun ada hal yang "luar biasa" dari kondisi keuangan di masjid ini. Saldo kas masjidnya berkisar Rp 68 jutaan! Besar, ya! Hal ini mengindikasikan jika jamaahnya, alhamdulillah, rajin infaq, sadar ibadah, dan punya solidaritas sosial.
Eiiitts, tapi tunggu dulu...
Pertama, perlu diingat lagi motif dari berinfaq dari jamaah. Bukankah mereka ingin agar dananya itu bermanfaat? Bukankah mereka ingin agar infaq mereka menjadi amal jariyyah? Dan karena sebab itu mereka mendapat ridho Allah?
Kedua, apa arti dari kas masjid yang besar dan makin membesar? Ada dua kemungkinan:
1. Jamaah makin banyak sehingga besaran infaq pun makin banyak pula
2. Dana infaq yang terkumpul merupakan dana mengendap dalam artian tidak banyak dimanfaafkan secara optimal.
=========
Untuk poin yang pertama, amal jariyah seseorang akan berfungsi sebagaimana mestinya jika amal jariyah yang dikerjakannya dimanfaatkan oleh pihak lain. Membangun jembatan, jalan, rumah sakit, sekolah; semuanya baru akan mengalirkan pahala jika dimanfaatkan oleh orang lain. Untuk konteks infaq, ia juga baru akan mengalirkan pahala jika sudah dibelanjakan sebagaimana mestinya. Jika masih berwujud dana mengendap maka pahalanya tertahan.
Poin kedua, dana kas masjid dengan nominal besar, besar kemungkinan masih berupa dana mengendap. Indikatornya:
1. jamaah masjid relatif tetap dengan kondisi daya tampung masjid yang juga tetap
2. Pengeluaran masjid, seperti yang biasa dibacakan oleh pengurus masjid, tidak jauh beranjak dari pengeluaran rutin seperti insentif khatib, rekening air dan listrik dan pengeluaran yang tidak terlalu signifikan (administrasi, beli sapu, lampu, dsj)
Dengan demikian, secara sederhana bisa disimpulkan bahwa besarnya dana kas masjid masih berupa dana mengendap. Artinya banyak dari para jamaah yang berinfaq, pahalanya masih tertahan akibat belum dimanfaatkan oleh pengurus masjid.
Hitunglah, ada berapa masjid di seluruh Nusantara. Jika mengalami hal yang sama, alangkah sayangnya! Padahal dana tersebut bisa dimanfaatkan untuk pemberdayaan ummat, beasiswa untuk kaum dhuafa, dan pengentasan kemiskinan. Daripada diendapkan, kan mending untuk beginian.
NB: jika ada tulisan yang kurang berkenan, mohon maklum. Namanya juga blog!
Secara normatif, mau gagah mau tidak, kaya atau tidak, bagi orang beriman tetap saja akan melakukan shalat, termasuk shalat Jumat.
Berbicara tentang shalat Jumat, ada kebiasaan "bagus" sebelum pelaksanaan shalat Jumat dimulai. Yaitu kebiasaan mengumumkan keadaan keuangan masjid. Meskipun masih ada pro kontra terkait hukum pengumuman ditinjau dari fiqih, sikap transparansi terhadap kondisi keuangan patut diapresiasi.
Masjid X, tempat di mana saya sering shalat Jumat, merupakan masjid yang relatif kecil di Plaju, Palembang. Menampung jamaah sekira 500 orang. Meskipun kecil namun ada hal yang "luar biasa" dari kondisi keuangan di masjid ini. Saldo kas masjidnya berkisar Rp 68 jutaan! Besar, ya! Hal ini mengindikasikan jika jamaahnya, alhamdulillah, rajin infaq, sadar ibadah, dan punya solidaritas sosial.
Eiiitts, tapi tunggu dulu...
Pertama, perlu diingat lagi motif dari berinfaq dari jamaah. Bukankah mereka ingin agar dananya itu bermanfaat? Bukankah mereka ingin agar infaq mereka menjadi amal jariyyah? Dan karena sebab itu mereka mendapat ridho Allah?
Kedua, apa arti dari kas masjid yang besar dan makin membesar? Ada dua kemungkinan:
1. Jamaah makin banyak sehingga besaran infaq pun makin banyak pula
2. Dana infaq yang terkumpul merupakan dana mengendap dalam artian tidak banyak dimanfaafkan secara optimal.
=========
Untuk poin yang pertama, amal jariyah seseorang akan berfungsi sebagaimana mestinya jika amal jariyah yang dikerjakannya dimanfaatkan oleh pihak lain. Membangun jembatan, jalan, rumah sakit, sekolah; semuanya baru akan mengalirkan pahala jika dimanfaatkan oleh orang lain. Untuk konteks infaq, ia juga baru akan mengalirkan pahala jika sudah dibelanjakan sebagaimana mestinya. Jika masih berwujud dana mengendap maka pahalanya tertahan.
Poin kedua, dana kas masjid dengan nominal besar, besar kemungkinan masih berupa dana mengendap. Indikatornya:
1. jamaah masjid relatif tetap dengan kondisi daya tampung masjid yang juga tetap
2. Pengeluaran masjid, seperti yang biasa dibacakan oleh pengurus masjid, tidak jauh beranjak dari pengeluaran rutin seperti insentif khatib, rekening air dan listrik dan pengeluaran yang tidak terlalu signifikan (administrasi, beli sapu, lampu, dsj)
Dengan demikian, secara sederhana bisa disimpulkan bahwa besarnya dana kas masjid masih berupa dana mengendap. Artinya banyak dari para jamaah yang berinfaq, pahalanya masih tertahan akibat belum dimanfaatkan oleh pengurus masjid.
Hitunglah, ada berapa masjid di seluruh Nusantara. Jika mengalami hal yang sama, alangkah sayangnya! Padahal dana tersebut bisa dimanfaatkan untuk pemberdayaan ummat, beasiswa untuk kaum dhuafa, dan pengentasan kemiskinan. Daripada diendapkan, kan mending untuk beginian.
NB: jika ada tulisan yang kurang berkenan, mohon maklum. Namanya juga blog!