Tiga hari yang lalu, saya mendapatkan undangan dari tetangga untuk menghadiri walimatul 'ursy putrinya. Sebagai tetangga yang baik, saya mengucapkan "inggih, Pak Dhe, insya Allah!".
Mulanya biasa saja, peristiwa seperti ini, sudah sering saya temui. Bahkan saya sendiri pernah menjadi pelaku pernikahan melepas status jomblo perjaka saya. Belakangan, saya mendapatkan informasi yang membuat saya tiba-tiba menjadi orang kepo. Apa pasal? Calon menantu Pak Dhe -saya menyebutnya demikian -orang yang (maaf) difabel: tuna wicara.
Jujur, saya tidak pernah kepikiran sebagaimana para politisi juga memikirkan Presiden Jokowi, bahwa sebelum membentuk kabinet ternyata melaporkan dulu calon menteri ke KPK dan PPATK, skip, skip, bagaimana ya jika seorang tuna wisma wicara mengadakan ijab qabul. Soalnya, pelajaran agama tentang munakahat yang saya dengar selama ini ditujukan untuk orang yang normal.
Sengaja saya tidak mencari tahu di Google(dot)com biar stadium rasa kekepoan saya bertambah tinggi. Dan hari ini jawaban dari kekepoan itu akan terjawab. Setelah masuk masjid, saya mencari tempat di depan, yang kira-kira strategis dari pandangan mata. Status sebagai orang tua dengan 2 (dua) putra/i memudahkan saya untuk duduk di depan. Maksud saya, kalau masih anak-anak kan gak mungkin saya diizinkan duduk di depan.
Prosesi ijab-qabul pun mulai dilaksanakan, pertama dari master of ceremony; kedua, Petugas KUA... skip, skip, akhirnya Pak Dhe sebagai orang tua mempelai perempuan bicara (ijab):
SAUDARA/ANANDA Fulan BIN Fulan SAYA NIKAHKAN DAN SAYA KAWINKAN ANAK SAYA YANG BERNAMA Fulanah KEPADA ENGKAU.DENGAN MASKAWINNYA BERUPA : SATU SUKU EMAS, TUNAI.
dan sebagai qabulnya, mempelai pria yang (maaf) tuna wicara, cukup dengan mengangguk maka sah sudah prosesi ijab qabul. Duh, bahagianya dan cukup mengharukan! (tisu, mana tisu)
Akhirnya, pertanyaan "bagaimana seorang tuna wicara berijab qabul" terjawab, dan mengakhiri kekepoan saya.
Catatan:
1. Sumber gambar: Ada di watermark gambar di atas (tidak saya sunting)
2. Suku: satuan berat emas yang lazim digunakan sebagai mas kawin di Palembang, 1 suku sama dengan 6 gram.