Abu Hurairah meriwayatkan, ia pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda, ”Manusia pertama yang diadili pada hari Kiamat nanti adalah orang yang mati syahid. Orang yang mati syahid didatangkan di hadapan Allah. Kemudian ditunjukkan segala kenikmatan yang telah diberikan kepadanya, dan ia mengakuinya.
Allah bertanya, “Apa yang telah kamu lakukan di dunia?” Dia menjawab, “Aku berperang demi membela agama-Mu.” Allah berkata, “Kamu bohong. Kamu berperang supaya orang-orang menyebutmu Sang Pemberani.” Kemudian Allah memerintahkan agar amalnya dihitung di hadapan pengadilan-Nya. Akhirnya ia dilempar ke neraka.
Seorang penuntut ilmu yang mengamalkan ilmunya dan rajin membaca al-Qur’an didatangkan di hadapan Allah. Lalu ditunjukkan segala kenikmatan yang telah diberikan kepadanya, dan ia mengakuinya. Allah bertanya, “Apa yang telah kamu lakukan di dunia?” Dia menjawab, “Aku menuntut ilmu, mengamalkannnya, dan aku membaca al-Qur’an demi mencari ridha-Mu.”
Allah berkata, “Kamu bohong. Kamu mencari ilmu supaya orang lain menyebutmu orang alim, dan kamu membaca al-Qur’an supaya orang lain menyebutmu orang yang rajin membaca al-Qur’an.” Kemudian Allah memerintahkan agar amalnya dihitung di hadapan pengadilan-Nya. Akhirnya ia dilempar ke neraka.
Selanjutnya, seorang yang memiliki kekayaan berlimpah dan terkenal karena kedermawanannya, didatang di hadapan Allah. Kemudian ditunjukkan segala kenikmatan yang telah diberikan kepadanya, dan ia mengakuinya.
Allah bertanya, “Apa yang telah kamu lakukan di dunia?” Dia menjawab, “Semua harta kekayaan yang aku punya tidak aku sukai, kecuali aku sedekah karena-Mu.” Allah berkata, “Kamu bohong. Kamu melakukan itu semua agar orang-orang menyebutmu orang dermawan dan murah hati.” Kemudian Allah memerintahkan agar amalnya dihitung di hadapan pengadilan-Nya. Akhirnya ia dilempar ke neraka.
Abu Hurairah berkata, “Kemudian Rasulullah menepuk pahaku seraya berkata, “Wahai Abu Hurairah, mereka adalah manusia pertama yang merasakan panasnya api neraka Jahanam di Hari Kiamat nanti.” (HR. Muslim)
*******
Hadits di atas sengaja saya kutip sebagai nasihat, yang pertama untuk diri saya sendiri dan orang di sekitar saya, agar apa pun yang kita kerjakan hendaknya bermotif karena Allah, mencari ridho Allah, bukan hal lain. Sehingga jangan sampai kasus yang menimpa “Mujahid, Orang yang Gemar Bersedekah dan Gemar Membaca Alquran” namun masuk neraka menimpa kita. Na’udzubillah.
Yang kedua, ingin mengomentari ramainya istilah “pencitraan”1) setelah naiknya Bapak Jokowi menjadi Gubernur DKI Jakarta. Jokowi sering diberitakan ‘blusukan’ ke kampung-kampung melihat kondisi rakyatnya. Bagi saya dan mungkin sebagian besar orang, fenomena seperti ini adalah langka bagi seorang pejabat yang biasanya hidup dengan gaya feodal, minta dilayani, terima laporan, terima upeti (ups), dan sederet hal yang seolah sudah menjadi “permakluman”, yah begitulah pejabat.
Namun gaya Jokowi seperti ini, bagi sebagian orang menganggap hanya sebagai pencitraan. Contohnya:
1. Dari Partai Demokrat, Demokrat minta Jokowi-Ahok jangan hanya pencitraan
2. Dari PKS, Hidayat Nur Wahid: Sekarang bukan waktunya Jokowi pencitraan ...
3. Dari Partai Golkar, Golkar Minta Jokowi-Ahok Hentikan Pencitraan
Kalau mau jujur, semua yang dikerjakan oleh manusia adalah “pencitraan” termasuk komentar politikus yang dipublikasikan ke media. Apalagi dekat-dekat Pemilu 2014, iya kan Pak HNW? Bagusnya kita berdoa saja semoga apa saja yang kita (termasuk Jokowi) kerjakan karena Allah saja. “Yaa Allah, jadikanlah apa yang Jokowi dan Kami lakukan karena-Mu Yaa Allah, bukan mencari pencitraan!”
Catatan kaki:
1) Kata “citra” menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Daring Edisi III http://pusatbahasa.diknas.go.id/kbbi/
cit·ra kl n 1 rupa; gambar; gambaran; 2 Man gambaran yg dimiliki orang banyak mengenai pribadi, perusahaan, organisasi, atau produk; 3 Sas kesan mental atau bayangan visual yg ditimbulkan oleh sebuah kata, frasa, atau kalimat, dan merupakan unsur dasar yg khas dl karya prosa dan puisi; 4 Hut data atau informasi dr potret udara untuk bahan evaluasi;
-- perbankan gambaran mengenai dunia perbankan: kejadian spt itu jelas tidak menguntungkan dl upaya meningkatkan -- perbankan kita di mata internasional;
-- politik Pol gambaran diri yg ingin diciptakan oleh seorang tokoh masyarakat;
-- wisata ekspresi, gambaran, atau bayangan semua yg diketahui secara objektif, kesan, praduga perseorangan atau kelompok mengenai tempat tujuan wisata tt kebudayaan, keindahan alam, dan hasil kerajinan daerah wisata tertentu;
men·cit·ra·kan v menggambarkan: film-film itu ~ Amerika sbg negara sekuler;
cit·ra·an n Sas cara membentuk citra mental pribadi atau gambaran sesuatu; kesan atau gambaran visual yg ditimbulkan oleh sebuah kata, frasa, atau kalimat, dan merupakan unsur dasar yg khas dl karya prosa dan puisi