Selamat datang di Kosim.web.id, semoga Kita s'lalu dalam lindungan-Nya

Jangan Terbalik dalam Pengucapan "Maa Syaa Allah" dan "Subhanallah"



Ada kebiasaan seorang Muslim yaitu di saat melihat sesuatu yang indah, mengalami hal-hal yang menakjubkan, dan menyenangkan mengucapkan kalimat thoyyibah “Maa Sya Allah”, dan mengucapkan “subhanallah” untuk hal-hal yang tidak pantas.

Membiasakan diri mengucapkan kalimah thoyyibah (perkataan yang baik)  dalam kehidupan sehari-hari merupakan kebiasaan yang baik dan bernilai ibadah.  Energi yang digunakan dalam mengucapkan kalimah thoyyibah dengan kata-kata umpatan seperti “kamp**t, jangk**k, dan seterusnya” adalah sama. Namun nilainya akan sangat berbeda. Semoga kita termasuk yang membiasakan diri mengucapkan  kalimat thoyyibah.

  1. Penggunaan Kalimah thoyyibah “Maa Syaa Allah” terdapat pada Al-Quran Surat Al-Kahfi: 39. Ucapkan “Maa Syaa Allah” ketika kita melihat atau mengalami hal-hal yang menakjubkan, dan menyenangkan, sekaligus sebagai pengingat bahwa semua itu bisa terjadi hanya karena kehendak Allah. Ayat 39 Surat Al-Kahfi merupakan rangkaian ayat-ayat yang menceritakan tentang kisah pemilik dua kebun dan perumpaan orang yang tertipu dengan kehidupan dunia dengan orang yang berharap pada kehidupan akhirat (ayat 32-44).

وَاضْرِبْ لَهُمْ مَثَلا رَجُلَيْنِ جَعَلْنَا لأحَدِهِمَا جَنَّتَيْنِ مِنْ أَعْنَابٍ وَحَفَفْنَاهُمَا بِنَخْلٍ وَجَعَلْنَا بَيْنَهُمَا زَرْعًا (٣٢)كِلْتَا الْجَنَّتَيْنِ آتَتْ أُكُلَهَا وَلَمْ تَظْلِمْ مِنْهُ شَيْئًا وَفَجَّرْنَا خِلالَهُمَا نَهَرًا (٣٣) وَكَانَ لَهُ ثَمَرٌ فَقَالَ لِصَاحِبِهِ وَهُوَ يُحَاوِرُهُ أَنَا أَكْثَرُ مِنْكَ مَالا وَأَعَزُّ نَفَرًا (٣٤)وَدَخَلَ جَنَّتَهُ وَهُوَ ظَالِمٌ لِنَفْسِهِ قَالَ مَا أَظُنُّ أَنْ تَبِيدَ هَذِهِ أَبَدًا (٣٥)وَمَا أَظُنُّ السَّاعَةَ قَائِمَةً وَلَئِنْ رُدِدْتُ إِلَى رَبِّي لأجِدَنَّ خَيْرًا مِنْهَا مُنْقَلَبًا (٣٦) قَالَ لَهُ صَاحِبُهُ وَهُوَ يُحَاوِرُهُ أَكَفَرْتَ بِالَّذِي خَلَقَكَ مِنْ تُرَابٍ ثُمَّ مِنْ نُطْفَةٍ ثُمَّ سَوَّاكَ رَجُلا (٣٧) لَكِنَّا هُوَ اللَّهُ رَبِّي وَلا أُشْرِكُ بِرَبِّي أَحَدًا (٣٨) وَلَوْلا إِذْ دَخَلْتَ جَنَّتَكَ قُلْتَ مَا شَاءَ اللَّهُ لا قُوَّةَ إِلا بِاللَّهِ إِنْ تَرَنِ أَنَا أَقَلَّ مِنْكَ مَالا وَوَلَدًا (٣٩) فَعَسَى رَبِّي أَنْ يُؤْتِيَنِ خَيْرًا مِنْ جَنَّتِكَ وَيُرْسِلَ عَلَيْهَا حُسْبَانًا مِنَ السَّمَاءِ فَتُصْبِحَ صَعِيدًا زَلَقًا (٤٠) أَوْ يُصْبِحَ مَاؤُهَا غَوْرًا فَلَنْ تَسْتَطِيعَ لَهُ طَلَبًا (٤١)وَأُحِيطَ بِثَمَرِهِ فَأَصْبَحَ يُقَلِّبُ كَفَّيْهِ عَلَى مَا أَنْفَقَ فِيهَا وَهِيَ خَاوِيَةٌ عَلَى عُرُوشِهَا وَيَقُولُ يَا لَيْتَنِي لَمْ أُشْرِكْ بِرَبِّي أَحَدًا (٤٢) وَلَمْ تَكُنْ لَهُ فِئَةٌ يَنْصُرُونَهُ مِنْ دُونِ اللَّهِ وَمَا كَانَ مُنْتَصِرًا (٤٣) هُنَالِكَ الْوَلايَةُ لِلَّهِ الْحَقِّ هُوَ خَيْرٌ ثَوَابًا وَخَيْرٌ عُقْبًا (٤٤) 
32. Dan berikanlah (Muhammad) kepada mereka[1] sebuah perumpamaan dua orang laki-laki[2], yang seorang (yang kafir) Kami beri dua buah kebun anggur[3] dan Kami kelilingi kedua kebun itu dengan pohon-pohon korma dan di antara kedua kebun itu Kami buatkan ladang.

33. Kedua kebun itu menghasilkan buahnya, dan tidak berkurang buahnya sedikit pun, dan di celah-celah kedua kebun itu Kami alirkan sungai,
34. Dan dia memiliki kekayaan besar, maka dia berkata kepada kawannya (yang beriman) ketika bercakap-cakap dengan dia[4], "Hartaku lebih banyak daripada hartamu dan pengikutku lebih kuat.”
35. Dan dia memasuki kebunnya[5] dengan sikap merugikan dirinya sendiri[6]; dia berkata, "Aku kira kebun ini tidak akan binasa selama-lamanya[7],”
36. Dan aku kira hari kiamat itu tidak akan datang, dan jika sekiranya aku dikembalikan kepada Tuhanku, pasti aku akan mendapat tempat kembali yang lebih baik daripada ini[8].”
37. Kawannya (yang beriman) berkata kepadanya[9] sambil bercakap-cakap dengannya, "Apakah engkau ingkar kepada (Tuhan) yang menciptakan engkau dari tanah, kemudian dari setetes air mani, lalu Dia menjadikan engkau seorang laki-laki yang sempurna[10]?
38. Tetapi aku (percaya bahwa), Dialah Allah, Tuhanku, dan aku tidak mempersekutukan Tuhanku dengan sesuatu pun[11].
39. Dan mengapa ketika engkau memasuki kebunmu tidak mengucapkan, "Maasya Allah, laa quwwata illaa billaah” (Sungguh, atas kehendak Allah, semua ini terwujud, tidak ada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah). Sekalipun engkau anggap harta dan keturunanku lebih sedikit daripadamu[12].
40. Maka mudah-mudahan Tuhanku, akan memberi kepadaku (kebun) yang lebih baik dari kebunmu (ini); dan Dia mengirimkan petir dari langit ke kebunmu; sehingga (kebun itu) menjadi tanah yang licin[13],
41. Atau airnya menjadi surut ke dalam tanah, maka engkau tidak akan dapat menemukannya lagi[14].”
42. Dan harta kekayaannya dibinasakan; lalu dia membolak-balikkan kedua telapak tangannya (tanda menyesal) terhadap apa yang telah dia belanjakan untuk itu[15], sedang pohon anggur roboh bersama penyangganya (para-para) dan dia berkata, "Betapa sekiranya dahulu aku tidak mempersekutukan Tuhanku dengan sesuatu pun.”
43. Dan tidak ada (lagi) baginya segolongan pun yang dapat menolongnya selain Allah; dan dia pun tidak akan dapat membela dirinya[16].
44. Di sana, pertolongan itu hanya dari Allah Yang Mahabenar[17]. Dialah (pemberi) pahala terbaik dan (pemberi) balasan terbaik[18]

Footnote:

[1] Yaitu kepada orang-orang mukmin dan orang-orang kafir agar mereka mengambil pelajaran darinya.
[2] Yaitu yang satu mukmin dan yang lain kafir, serta ucapan dan perbuatan yang timbul dari diri mereka masing-masing yang nampak sekali berbeda.
[3] Yang berada di tengah-tengah tanah miliknya. Sedangkan sekelilingnya pohon-pohon kurma.
[4] Dengan sombong karena tertipu oleh harta kekayaannya.
[5] Mengajak kawannya mengelilingi kebunnya untuk memperlihatkan buah-buahannya.
[6] Yaitu dengan keangkuhan dan kekafirannya.
[7] Ia merasa tenteram dengan dunia ini, merasa ridha terhadapnya, dan sampai mengingkari adanya kebangkitan.
[8] Ia mengucapkan kalimat ini dengan nada mengolok-olok.
[9] Menasehati dan mengingatkannya terhadap kejadiannya yang terdahulu.
[10] Yakni apakah engkau ingkar kepada Tuhan yang memberimu nikmat dengan menciptakan kamu dan memberi kenikmatan, merubah kamu dari keadaan yang satu kepada keadaan yang lain sehingga dirimu menjadi sosok manusia yang sempurna; yang lengkap dengan anggota badan baik yang dapat dirasakan maupun yang dapat dipikirkan, Dia juga yang memudahkan bagimu nikmat-nikmat dunia, dan kamu tidak memperoleh dunia dengan upaya dan kemampuanmu, bahkan dengan karunia Allah kepadamu. Oleh karena itu, pantaskah kamu kafir kepada Allah yang telah menciptakan kamu dari tanah, kemudian dari setetes mani, kemudian menjadikan kamu laki-laki yang sempurna, lalu kamu malah mengingkari nikmat-Nya dan kamu mengira bahwa Dia tidak akan membangkitkan kamu, dan sekalipun Dia membangkitkan kamu, Dia akan memberimu yang lebih baik lagi dari keadaan yang sekarang? Tentu tidak pantas.. Oleh karena itu, ketika kawannya yang mukmin melihat keadaan kawannya yang kafir dan tetap terus di atasnya, maka dia berkata menceritakan tentang keadaan dirinya sebaga rasa syukur kepada Allah dan memberitahukan tentang agama yang dipegangnya.
[11] Dia mengakui rububiyyah Allah dan uluhiyyahnya (keberhakan-Nya untuk diibadahi), kemudian ia memberitahukan sebagaimana pada ayat selanjutnya, bahwa nikmat yang diberikan Allah kepadanya berupa iman dan Islam meskipun harta dan anaknya sedikit merupakan nikmat hakiki, adapun nikmat selainnya akan segera hilang dan bisa mendatangkan azab.
[12] Meskipun anak dan hartamu banyak, dan engkau melihat diriku sedikit harta dan anak, namun apa yang ada di sisi Allah lebih baik dan lebih kekal; apa yang diharapkan dari kebaikan dan ihsan-Nya lebih utama daripada seluruh isi dunia. Dalam ayat ini terdapat petunjuk bagi kita agar merasa terhibur dengan kebaikan dari sisi Allah ketika kita kurang mendapatkan kesenangan dunia. Ayat ini juga menunjukkan, bahwa harta dan anak tidaklah bermanfaat bagi seseorang jika tidak membantunya untuk taat kepada Allah Subhaanahu wa Ta'aala.
[13] Pohon-pohonnya tercabut, buah-buahannya hancur, tanamannya tenggelam oleh air hujan, dan manfaatnya pun hilang. Dalam ayat ini terdapat dalil bolehnya mendoakan kebinasaan terhadap harta jika menjadi sebab kekufuran seseorang dan melampaui batas.
[14] Kawannya yang mukmin terpaksa mendoakan keburukan terhadap kebun kawannya yang kafir lantaran marah karena Allah, karena kebun itu membuat kawannya tertipu dan bersikap melampaui batas. Mungkin saja setelah kebunnya yang menjadi fitnah bagi kawannya itu binasa, maka ia dapat berpikir dan dapat lebih tajam dalam memandang, sehingga ia kembali dan bertobat. Maka Allah Subhaanahu wa Ta'aala mengabulkan doanya sebagaimana disebutkan dalam ayat selanjutnya. Tidak menutup kemungkinan, bahwa orang yang tertimpa musibah ini keadaannya semakin baik, Allah pun mengaruniakan tobat dan kesadaran kepadanya, hal ini ditunjukkan oleh ayat yang menyebutkan bahwa ia menyesal terhadap perbuatan syirknya, dan lagi apabila Allah menginginkan kebaikan terhadap seorang hamba, maka Dia menyegerakan hukuman terhadapnya di dunia.
[15] Dan menyesal pula terhadap perbuatan syirk dan keburukannya.
[16] Ketika azab turun menimpa kebunnya, dan apa yang dibangga-banggakan dahulu telah hilang, baik harta maupun pengikut. Para pengikutnya meskipun banyak tidak mampu menolongnya dari azab itu, dan dia pun tidak mampu membela dirinya sendiri. Bagaimana mungkin ia dapat membela dirinya dari ketetapan Allah? Padahal jika sekiranya semua penduduk langit dan bumi berkumpul bersama untuk menolak ketetapan-Nya, maka mereka tidak akan sanggup.
[17] Yakni pada kejadian yang di sana Allah Subhaanahu wa Ta'aala memberlakukan hukuman-Nya terhadap orang-orang yang melampaui batas dan mengutamakan kehidupan dunia, serta kemuliaan dari-Nya yang diberikan kepada orang yang beriman dan beramal saleh, serta bersyukur kepada Allah dan mengajak orang lain kepadanya terdapat bukti bahwa pertolongan itu hanya dari Allah yang Mahabenar.
[18] Dalam kisah ini terdapat pelajaran, bahwa barang siapa yang menyikapi nikmat Allah dengan sikap kufur, maka kenikmatan yang diberikan kepadanya tidak lama dan akan segera lenyap, dan bahwa seorang hamba apabila merasa kagum dengan harta dan anaknya hendaknya menyandarkan nikmat itu kepada pemberinya serta mengucapkan, “Maa syaa Allah laa quwwata illaa billah” agar ia menjadi orang yang bersyukur kepada Allah yang menyebabkan nikmat itu akan tetap pada dirinya.


2. Penggunaan Kalimah thoyyibah “Subhanallah” terdapat pada Al-Quran Surat Al-Baqarah: 116. Kalimah ini digunakan dalam mensucikan Allah dari hal yang tidak pantas (hal buruk). Ayat ini merupakan rangkaian ayat yang menyebutkan tentang kedustaan Ahli Kitab dan kaum musyrikin dalam dakwaan mereka bahwa Allah Subhanahu wa Taala mempunyai anak; Maha Suci  Allah dari apa yang mereka sifatkan (ayat 116-119)
وَقَالُوا اتَّخَذَ اللَّهُ وَلَدًا سُبْحَانَهُ بَلْ لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ كُلٌّ لَهُ قَانِتُونَ (١١٦) بَدِيعُ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ وَإِذَا قَضَى أَمْرًا فَإِنَّمَا يَقُولُ لَهُ كُنْ فَيَكُونُ (١١٧) وَقَالَ الَّذِينَ لا يَعْلَمُونَ لَوْلا يُكَلِّمُنَا اللَّهُ أَوْ تَأْتِينَا آيَةٌ كَذَلِكَ قَالَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ مِثْلَ قَوْلِهِمْ تَشَابَهَتْ قُلُوبُهُمْ قَدْ بَيَّنَّا الآيَاتِ لِقَوْمٍ يُوقِنُونَ (١١٨) إِنَّا أَرْسَلْنَاكَ بِالْحَقِّ بَشِيرًا وَنَذِيرًا وَلا تُسْأَلُ عَنْ أَصْحَابِ الْجَحِيمِ   (١١٩)

116. Mereka (orang-orang kafir) berkata[4]: "Allah mempunyai anak". Mahasuci Allah[5], bahkan milik-Nyalah apa yang di langit dan di bumi. Semua tunduk kepada-Nya[6].

117. Allah Pencipta langit dan bumi[7]. Apabila Dia hendak menetapkan sesuatu, Dia hanya berkata kepadanya: "Jadilah!" Maka jadilah sesuatu itu.
118. Dan orang-orang yang tidak mengetahui[8] berkata: "Mengapa Allah tidak (langsung) berbicara dengan kami atau datang tanda-tanda (kekuasaan-Nya) kepada kami?"[9] Demikian pula orang-orang sebelum mereka telah berkata seperti ucapan mereka itu. Hati mereka serupa[10]. Sesungguhnya telah Kami jelaskan tanda-tanda (kekuasaan Kami) kepada orang-orang yang yakin.
119. Sesungguhnya Kami telah mengutusmu (Muhammad) dengan kebenaran[11], sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan[12]. Kamu tidak akan diminta (pertanggungjawaban) tentang penghuni-penghuni neraka.


[4] Mereka ini adalah orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani dan orang-orang musyrik. Meskipun mereka menisbatkan kepada Allah Subhaanahu wa Ta'aala sesuatu yang tidak layak bagi-Nya, namun Allah Subhaanahu wa Ta'aala sangat halim (sabar dan tidak langsung menghukum padahal Dia mampu) dan mereka masih mendapatkan rezeki-Nya. Kata-kata ini "subhaanah", merupakan bantahan Allah Subhaanahu wa Ta'aala terhadap pernyataan batil tersebut. Kemudian Allah Subhaanahu wa Ta'aala menegakkan hujjah dengan firman-Nya setelah kata-kata "subhaanah".
[5] Yakni Mahasuci Allah dari pernyataan yang batil tersebut. Demikian juga Mahasuci Dia dari apa yang disifatkan oleh kaum musyrikin dan orang-orang zalim. Mahasuci Allah yang memiliki kesempurnaan secara mutlak dari segala sisi, Dia tidak terkena aib dan kekurangan dari segala sisi.
[6] Maksudnya: semua yang ada di langit dan di bumi adalah milik-Nya dan hamba-Nya, mereka semua tunduk kepada-Nya dan di bawah tadbir (pengaturan)-Nya. Jika mereka semua adalah hamba-Nya dan butuh kepada-Nya sedangkan Dia tidak butuh kepada mereka, bagaimana mungkin salah seorang di antara mereka menjadi anaknya, padahal anak itu biasanya sejenis dengan bapaknya, karena memang ia bagian daripadanya. Perhatikanlah, Allah Subhaanahu wa Ta'aala Maha Memiliki lagi Maha Menundukkan, sedangkan mereka dimiliki dan ditundukkan, Dia Maha Kaya, sedangkan mereka fakir, berbeda bukan!, dan sungguh sangat berbeda. Oleh karena itu, pernyataan ini termasuk kebatilan yang paling batil.
Tunduk atau qunut terbagi dua: Ketundukan umum dan ketundukan khusus. Ketundukan umum maksudnya bahwa semua makhluk di bawah tadbir (pengaturan) Allah Subhaanahu wa Ta'aala seperti yang dinyatakan dalam ayat ini. Sedangkan ketundukan khusus adalah ketundukan beribadah sebagaimana firman-Nya "wa quumuu lillahi qaanitiin" (dan berdirilah karena Allah dengan tunduk/khusyu') di surat Al Baqarah: 238.
[7] Badii' artinya Allah Subhaanahu wa Ta'aala Pencipta tanpa didahului contoh sebelumnya. Allah Maha Kuasa mampu menciptakan makhluk begitu indah tanpa didahului contoh sebelumnya.
[8] Baik dari kalangan ahli kitab maupun selain mereka.
[9] Tanda-tanda di sini adalah tanda-tanda sesuai yang mereka inginkan berdasarkan akal mereka yang tidak sehat dan pandangan mereka yang dangkal yang membuat mereka berani berbicara seperti itu kepada Allah Al Khaliq dan bersikap sombong kepada rasul-rasul-Nya, seperti permintaan mereka agar dapat melihat Allah (lihat Al Baqarah: 55), permintaan agar Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam menurunkan kitab langsung dari langit (lihat An Nisaa': 153), dan seperti yang disebutkan dalam surat Al Israa': 90-95. seperti inilah kebiasaan mereka terhadap rasul-rasul, meminta ayat-ayat yang memberatkan diri mereka, bukan ayat-ayat untuk memperoleh bimbingan, karena memang niat mereka bukan mencari yang hak, padahal para rasul telah datang membawakan ayat-ayat yang biasanya dengan ayat tersebut manusia mau beriman. Oleh karena itu, Allah Subhaanahu wa Ta'aala berfirman, "Sesungguhnya telah Kami jelaskan tanda-tanda (kekuasaan Kami) kepada orang-orang yang yakin."
Orang-orang yang yakin telah mengetahui dari ayat-ayat Allah dan buktinya yang begitu jelas sesuatu yang membuat mereka yakin dan hilang keraguan dan kebimbangan.
[10] Yakni ucapan tersebut tidaklah muncul kecuali karena kesamaan hati dalam kekafiran dan kesesatan.
[11] Pada ayat ini, Allah Subhaanahu wa Ta'aala menyatakan kebenaran kerasulan Beliau dan kebenaran apa yang Beliau bawa berupa Al Qur'an dan As Sunnah. Kebenaran Beliau didukung oleh banyak dalil, baik dalil sam'i (naqli) seperti pada ayat ini, maupun dalil 'aqli (akal). Dalil 'aqlinya adalah sbb:
Pertama, keadaan penduduk bumi sebelum Beliau diutus berada dalam kegelapan dan jauh dari akhlak mulia sehingga disebut sebagai zaman jahiliyyah (kebodohan). Manusia tidak berpikir lagi tentang apa yang disembahnya; pantas atau tidak untuk disembah seperti patung, api, salib dsb. Kita pun mengetahui bahwa Allah Subhaanahu wa Ta'aala tidaklah menciptakan makhluk-Nya dengan membiarkan mereka begitu saja, karena Allah Subhaanahu wa Ta'aala Maha Bijaksana, Maha Mengetahui, Maha Kuasa dan Maha Penyayang. Hikmah dan rahmat-Nya menghendaki untuk mengutus kepada mereka yang berada dalam kegelapan ini seorang rasul yang menyuruh mereka menyembah kepada yang pantas disembah, yaitu Pencipta mereka (Allah) dan mengembalikan mereka kepada jati diri mereka yang sesungguhnya (memanusiakan manusia) sebagai hamba Allah bukan hamba makhluk, membebaskan mereka dari peribadatan kepada makhluk menuju peribadatan kepada Allah, mengfungsikan kembali akal mereka yang selama ini tertahan geraknya, menjalin hubungan baik antara sesama mereka yang sebelumnya bermusuh-musuhan dan menyatukan mereka di atas tauhid, di atas beribadah kepada Allah dan di atas kebaikan sehingga hidup mereka diberkahi, makmur dan penuh kedamaian.
"Jika sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya. (Terj. Al A'raaf: 96)
Kedua, barang siapa yang mengetahui keadaan Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam sebelum diutus, akhlaknya yang mulia dan pribadinya yang agung, pasti akan mengetahui bahwa akhlak tersebut adalah akhlak para nabi dan rasul. Hal ini pun sama menunjukkan bahwa Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam adalah Nabi dan Rasul.
Ketiga, barang siapa yang mengetahui apa yang Beliau bawa, baik Al Qur'an maupun As Sunnah yang isinya mengandung berita yang benar, perintah-perintah yang baik (berbakti kepada orang tua, menyambung tali silaturrahim, berkata jujur, menepati janji dsb), larangan mengerjakan perbuatan buruk (larangan meminum khamr, judi, mengadu domba dsb), belum lagi mukjizat yang diberikan kepada Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam, pasti akan membenarkan kenabian dan kerasulan Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam kecuali orang yang zhalim dan sombong saja padahal hati mereka mengakui,
"Dan mereka mengingkarinya karena kezaliman dan kesombongan, padahal hati mereka meyakini (kebenaran)nya." (Terj. An Naml: 14)
[12] Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam diutus dengan membawa agama yang benar (Islam) yang diperkuat dengan hujjah dan mukjizat. Beliau diperintahkan menyampaikan agama ini dengan memberikan berita gembira kepada kaum mukmin kebaikan yang akan mereka peroleh di dunia dan akhirat, dan menakuti mereka yang menolak padahal sudah jelas kebenarannya dengan azab Allah. Tugas Beliau hanya menyampaikan, adapun hisabnya diserahkan kepada Allah. Beliau tidaklah diminta pertanggungjawaban terhadap kekafiran mereka.

Ayat Quran dan tafsir disalin  dari:
http://www.tafsir.web.id/2013/03/tafsir-al-kahfi-ayat-32-46.html
http://www.tafsir.web.id/2013/01/tafsir-al-baqarah-ayat-114-119.html 

About the Author

Ayah dari 3 anak blasteran Jawa dan Bugis-Mandar, non partisan, pembelajar, dan santri.

Posting Komentar

Silakan memberikan saran, masukan, atau tanggapan. Komentar Anda akan saya moderasi terlebih dahulu. Tautan aktif sebaiknya tidak dipasang dalam komentar. Dan, mohon maaf, komentar Anda mungkin tidak segera saya balas, karena kesibukan dan lain hal. Terima kasih :)
---Kosim Abina Aziyz
Subhanallah!
Sepertinya ada sesuatu yang tidak beres dengan koneksi internet Anda. Hubungkan lagi koneksi internet Anda dan mulailah berselancar kembali!