Selamat datang di Kosim.web.id, semoga Kita s'lalu dalam lindungan-Nya

Sisi Lain dari (Musibah) Kabut Asap

Apa yang terbetik dalam benak jika kita membicarakan kabut asap? Pikiran kita langsung menuju pada hal yang utama: gangguan pernafasan dan permasalahan lingkungan hidup.

Menghadapi kabut asap dalam jangka waktu yang (relatif) lama "memaksa" kita harus berkompromi. Mau bagaimana lagi? Menunggu pemerintah mengatasinya? Jujur saja, saya skeptis a priori pada pemerintah. Alasannya, karena semua kerja pemerintah, selalu berbasis pada anggaran. Kalau anggaran kurang atau nggak dianggarkan, bisakah berjalan? CMIIW.

Salah satu bentuk komprominya adalah, mencari pembenaran (bahasa kerennya justifikasi) bahwa di balik kejadian ini -asumsikan saja- ada hal positif, ada hikmah (meminjam istilah para ustadz) yang bisa kita ambil.

Jadi, di balik kabut asap seperti foto yang saya ambil pada medio Oktober 2014 di bawah ini

Jalan lingkar selatan, Jakabaring

SPBU Talang Tengah, Rambutan

Jalan Lingkar Selatan Jakabaring di Sungai Pinang
ada hal-hal positif di dalamnya

1. Melatih kesabaran warga


Di zaman yang serba instan ini, semua maunya serba cepat: makanan, fast food; ambil uang di ATM, Drive Thru; kirim pesan pakai instant messaging, internetan pakai jaringan LTE, termasuk juga kalau naik kendaraan, maunya lewat jalan tol atas.

Nah, berbicara kabut asap, yang berdampak pada pendeknya jarak pandang, mengharuskan pengendara untuk memacu kendaraannya selambat mungkin. Jarak tempuh menjadi lama dan itu indikasi bahwa sang pengendara menjadi sabar. Hal ini juga berlaku bagi penumpang pesawat yang mengalami delay akibat kabut asap. Sekali lagi, sabar!

2. Omzet Pedagang via Masker Meningkat


Setiap ada even tertentu berlaku hukum ekonomi: demand, adanya permintaan akan barang (maaf saya bukan ekonom, tapi mungkin begitulah).

Gambarannya seperti ini. Saat musim tanam padi tiba maka akan muncul permintaan akan barang: bibit, pupuk, dan pestisida. Nah, event tahunan kabut asap menyebabkan terjadinya permintaan barang berupa masker.

Permintaan yang terstruktur, sistemik dan massif terhadap masker, (eh) menyebabkan tingkat penjualan masker meningkat. Dan ada pihak yang diuntungkan dari kejadian ini, utamanya produsen dan penjualnya. Ini dampak positifnya. Hal ini sinkron dengan kata pepatah, "sedia masker, sebelum datang kabut asap".


3. Dokter Paru dan Pernafasan Siaga II

Dari sisi kesehatan, penyakit yang muncul akibat kabut asap adalah ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Atas). Siapa yang bertanggung-jawab dan berkompeten(si) terhadap gangguan kesehatan seperti ini? Tentu saja para dokter spesialis paru dan pernafasan. Hal ini "memaksa" mereka harus selalu siaga terhadap dampak masif dari kabut asap. Jasa para dokter dalam menangani warga yang banyak terkena ISPA tentulah bukan ucapan terima kasih saja, bukan? (You know what I say)

4. Saatnya Para Peladang dan Petani Melanjutkan Karyanya


Waktu saya masih kecil di desa, setiap habis panen padi selalu ada "ritual" bakar jerami. Ini jalan terakhir untuk menghilangkan jerami di sawah sebelum dicangkul/dibajak. Sebelumnya jerami juga dimanfaatkan sebagian untuk pakan ternak. Itu petani sawah.

Saat saya dewasa di Kalimantan, saya melihat bahwa secara periodik, para peladang berpindah akan menanami kembali lahan yang dulu pernah ditanami dan ditinggal selama beberapa tahun (menurut siklus). Makanya mereka disebut peladang berpindah. Cara tercepat dan terefektif menyiapkan lahan untuk bercocok tanam adalah dengan membakarnya. Ini bukan kebakaran hutan, ini pembakaran lahan. Tidak beda dengan petani sawah membakar jerami, yah begitulah kira-kira.

Pembakaran lahan yang dilakukan mereka tidak sebanding dengan pembakaran areal perkebunan yang dilakukan para pengusaha perkebunan. Baik dilihat dari sisi modal, luas areal maupun peralatan. Oleh karenanya, selama masih ada kehidupan para peladang berpindah, tradisi membakar lahan akan tetap ada. Apalagi masih ada perkebunan kelapa sawit, seperti diberitakan di surat kabar (ups).


5. Kebersamaan dalam Keluarga


Dalam perjalanan naik motor ke kota (baca: Palembang downtown), saya pernah melihat stiker yang tertempel di mobil, begini bunyinya "I'm glad if Dad's Blackberry is low batt". Saya mengartikan bahwa di zaman kiwari ini, betapa sedikitnya kebersamaan yang dialami anak dengan ayah (jika sang ibu wanita karir maka sempurnalah sudah). Sudah begitu, pas di rumah sang Ayah sibuk dengan Blackberry-nya (agak tersinggung juga sih saya :P).

Kabut asap memberikan waktu ekstra bagi kebersamaan keluarga di rumah. Kalau di mana-mana ada kabut asap, mendingan 'kan di rumah saja. Kecuali ada kepentingan yang sangat urgen, yah apa boleh buat. Misalnya, beli air minum galon, beli isi tabung gas, atau beli pampers.

Jadi, itulah kira-kira dampak positif dari kabut asap. [Tulisan semi-satir]

Ilustrasi: dokpri dan Google

About the Author

Ayah dari 3 anak blasteran Jawa dan Bugis-Mandar, non partisan, pembelajar, dan santri.

Posting Komentar

Silakan memberikan saran, masukan, atau tanggapan. Komentar Anda akan saya moderasi terlebih dahulu. Tautan aktif sebaiknya tidak dipasang dalam komentar. Dan, mohon maaf, komentar Anda mungkin tidak segera saya balas, karena kesibukan dan lain hal. Terima kasih :)
---Kosim Abina Aziyz
Subhanallah!
Sepertinya ada sesuatu yang tidak beres dengan koneksi internet Anda. Hubungkan lagi koneksi internet Anda dan mulailah berselancar kembali!